Joni Junaedi adalah seorang
laki-laki kelahiran Kuningan, 11 Maret 1955 yang berprofesi sebagai pedagang
pisang coklat (piscok) yang menjajakan dagangannya didepan kampus Universitas
Budi Luhur.
Demi menafkahi keluarga ia rela
berpisah dari anak dan istrinya dan tinggal disebuah kontrakan kecil dengan
saudara nya. Berbekal sebuah gerobak dan semangat yang tinggi, profesi
berdagang ini ia jalani sudah lebih selama 10 tahun. Jam 4 pagi ia bergegas
berangkat ke pasar untuk membeli bahan-bahan dagangnya, sebelum adzan subuh
Joni sudah menyiapkan seluruh bahan dagangannya kemudian jam 9 pagi ia mulai
mendorong gerobaknya.
Dari
hasil berjualan, ia membawa uang rata – rata Rp. 100 ribu per hari. Sebagian
ditabung untuk biaya sekolah anak-anaknya yang masih kecil, sisanya untuk
kebutuhan sehari-hari. Namun, ia mengaku perjuangannya masih panjang dan tidak
akan berhenti berjualan sebelum anak-anaknya yang masih kecil menyelesaikan
sekolah karena menurut Joni pendidikan tetap yang nomer satu walau sesusah
apapun keadannya. “Walaupun susah tapi anak-anak saya tetap harus sekolah,
walaupun harus pisah sama anak dan istri dikampung” Sebuah perjuangan yang tak
mengenal lelah dari seorang Ayah.
Selama
menjalankan profesinya, Joni juga sering mengalami pasang surut. Banyak suka
duka yang telah dialami. “Suka dukanya kalo dagang piscoknya habis laris, terus
suka dapet pesenan dari orang jadi dapet tambahan uang lebih. Dukanya kalo udah
jualan sampai malem terus sepi yang beli, piscok nya masih banyak pernah
dimakan aja buat makan malem dikontrakan.”ujarnya saat ditemui. Dulu ia sering
diusir saat berdagang bahkan pernah dipalaki oleh preman.
Sebelum
berjualan pisang coklat (piscok) Joni tinggal dibekasi sebagai pedagang
gorengan dan kuli bangunan, tetapi karena kontrakannya terkena gusuran akhirnya
ia memilih tinggal bersama saudaranya di daerah ciledug. Tidak hanya berpisah
dari istrinya, tetapi ia juga tinggal jauh dari anak-anaknya. Istri Joni adalah
seorang petani di Kuningan Jawa Barat, anak-anaknya yang masih bersekolah
dititipkan dirumah para saudara karena agar lebih mudah jarak dari rumah ke
sekolah mereka. Terkadang rindu membuat Joni sedih, karena ia bisa bertemu
anak-anaknya hanya saat hari raya Idul Fitri dan hari-hari besar tertentu. “Kadang
suka nangis kalo inget anak sama istri dikampung. Istri saya ngurusin sawah
orang jadi petani, bisa ketemunya kalo udah punya uang aja, kalau lagi ngga
punya uang anak juga suka engga ditengok” Ujar Joni.
Semangat
yang dimilikinya perlu dijadikan contoh. Meskipun, usianya yang tidak muda lagi
tetapi Joni tidak mau menjadi orang yang hanya menikmati uang dari anak-anaknya
begitu saja, ia tidak mau menyusahkan anak-anaknya. “Walaupun saya udah tua
tapi saya nggak pernah mau nyusahin anak-anak saya. Selagi badan masih sehat
dan masih kuat buat berjalan kenapa engga dimanfaatkan. Kan tua itu bukan halangan”
Tutur laki-laki berusia 60 tahun itu.
Joni
berpesan kepada anak-anak yang masih belajar terutama mahasiswa agar selalu
semangat karena jika seorang anak berhasil orang tua juga akan senang. Walaupun
usia nya sudah tidak muda lagi tetapi beliau adalah sosok yang tak kenal lelah
dan tidak mudah menyerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar