Minggu, 22 Oktober 2017

Semangat Penjual Piscok

Joni Junaedi adalah seorang laki-laki kelahiran Kuningan, 11 Maret 1955 yang berprofesi sebagai pedagang pisang coklat (piscok) yang menjajakan dagangannya didepan kampus Universitas Budi Luhur.

Demi menafkahi keluarga ia rela berpisah dari anak dan istrinya dan tinggal disebuah kontrakan kecil dengan saudara nya. Berbekal sebuah gerobak dan semangat yang tinggi, profesi berdagang ini ia jalani sudah lebih selama 10 tahun. Jam 4 pagi ia bergegas berangkat ke pasar untuk membeli bahan-bahan dagangnya, sebelum adzan subuh Joni sudah menyiapkan seluruh bahan dagangannya kemudian jam 9 pagi ia mulai mendorong gerobaknya.

Dari hasil berjualan, ia membawa uang rata – rata Rp. 100 ribu per hari. Sebagian ditabung untuk biaya sekolah anak-anaknya yang masih kecil, sisanya untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, ia mengaku perjuangannya masih panjang dan tidak akan berhenti berjualan sebelum anak-anaknya yang masih kecil menyelesaikan sekolah karena menurut Joni pendidikan tetap yang nomer satu walau sesusah apapun keadannya. “Walaupun susah tapi anak-anak saya tetap harus sekolah, walaupun harus pisah sama anak dan istri dikampung” Sebuah perjuangan yang tak mengenal lelah dari seorang Ayah.

Selama menjalankan profesinya, Joni juga sering mengalami pasang surut. Banyak suka duka yang telah dialami. “Suka dukanya kalo dagang piscoknya habis laris, terus suka dapet pesenan dari orang jadi dapet tambahan uang lebih. Dukanya kalo udah jualan sampai malem terus sepi yang beli, piscok nya masih banyak pernah dimakan aja buat makan malem dikontrakan.”ujarnya saat ditemui. Dulu ia sering diusir saat berdagang bahkan pernah dipalaki oleh preman.

Sebelum berjualan pisang coklat (piscok) Joni tinggal dibekasi sebagai pedagang gorengan dan kuli bangunan, tetapi karena kontrakannya terkena gusuran akhirnya ia memilih tinggal bersama saudaranya di daerah ciledug. Tidak hanya berpisah dari istrinya, tetapi ia juga tinggal jauh dari anak-anaknya. Istri Joni adalah seorang petani di Kuningan Jawa Barat, anak-anaknya yang masih bersekolah dititipkan dirumah para saudara karena agar lebih mudah jarak dari rumah ke sekolah mereka. Terkadang rindu membuat Joni sedih, karena ia bisa bertemu anak-anaknya hanya saat hari raya Idul Fitri dan hari-hari besar tertentu. “Kadang suka nangis kalo inget anak sama istri dikampung. Istri saya ngurusin sawah orang jadi petani, bisa ketemunya kalo udah punya uang aja, kalau lagi ngga punya uang anak juga suka engga ditengok” Ujar Joni.

Semangat yang dimilikinya perlu dijadikan contoh. Meskipun, usianya yang tidak muda lagi tetapi Joni tidak mau menjadi orang yang hanya menikmati uang dari anak-anaknya begitu saja, ia tidak mau menyusahkan anak-anaknya. “Walaupun saya udah tua tapi saya nggak pernah mau nyusahin anak-anak saya. Selagi badan masih sehat dan masih kuat buat berjalan kenapa engga dimanfaatkan. Kan tua itu bukan halangan” Tutur laki-laki berusia 60 tahun itu.

Joni berpesan kepada anak-anak yang masih belajar terutama mahasiswa agar selalu semangat karena jika seorang anak berhasil orang tua juga akan senang. Walaupun usia nya sudah tidak muda lagi tetapi beliau adalah sosok yang tak kenal lelah dan tidak mudah menyerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar